Sebuah pertanyaan yang selalu muncul dan rasanya tak pernah lekang dimakan jaman, klasik memang.
Boleh
jadi, puluhan metode mengajar matematika telah tercipta dengan beragam
modifikasinya. Boleh jadi, intervensi terhadap guru, materi ajar, dan siswa
telah optimal dilakukan agar matematika menjadi “mudah dan menyenangkan” untuk
dipelajari. Tapi, ada satu hal yang tidak dapat dirubah dari matematika yaitu :
Objek
matematika.
Apa
itu objek matematika?
Objek matematika adalah sekumpulan hal yang abstrak. Ya.
Abstrak.
Prof.
Didi Suryadi -Direktur Pasca Sarjana UPI- dalam kuliahnya pernah menyebutkan
bahwa yang membuat matematika dirasa sulit bahkan oleh mahasiswa matematika
sendiri adalah karena daya abstraksi yang lemah. Jika melihat fakta bahwa objek
matematika adalah sekumpulan hal yang abstrak, maka wajar jika daya abstraksi perlu
dimiliki oleh siswa yang belajar matematika.
Pertanyaannya,
bagaimana caranya agar daya abstraksi siswa terlatih?
Jawaban
atas pertanyaan di atas diperkuat oleh fakta bahwa di semua jenjang pendidikan,
dari yang paling rendah hingga yang tinggi, pasti di sana ada matematika
sebagai hal yang harus dipelajari dan dikuasai. Setidaknya, itulah yang terjadi
di Indonesia.
Tapi, kita tidak perlu khawatir. Karena para pemerhati pendidikan
matematika di luar negeri pun menghadapi masalah yang sama. Mereka pun bersetuju
bahwa objek matematika adalah sekumpulan hal yang abstrak, dan itulah menjadi
penyebab sulitnya matematika dipelajari. Sebut saja Mitchelmore dan Paul White
yang telah concern pada abstraksi di lebih dari 10 tahun.
Setidaknya
ada 4 tahapan, agar siswa terlatih dan memiliki kemampuan mengabstraksi yang
mumpuni. Keempat tahapan ini juga adalah hasil kerja keras Mitchelmore dan Paul
White. Mereka memulai dari siswa sekolah dasar, kemudian ke sekolah menengah.
·
Tahap
pertama yang harus dilalui oleh siswa adalah apa yang disebut dengan
Familiarising. Siswa dibantu untuk memfamiliarkan objek-objek matematis yang
sedang dipelajari dengan pengalamannya sehari-hari.
·
Tahap
kedua, Recognising. Siswa harus mampu sadar akan adanya kesamaan. Setelah
diberikan kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari, siswa harus
menangkap apa yang menjadi ide pokok kesamaan sehingga kejadian-kejadian itu
ada kaitannya dengan objek matematis yang sedang dipelajari.
·
Tahap
ketiga, adalah Reifying. Siswa meninjau ulang hal-hal yang menjadi kesamaan
ketika berada di tahap 2, sehingga di tahap ini, mereka mampu
menggeneralisasi (membuat konsep umum) atas temuan-temuan kesamaan yang
mereka dapat.
·
Terakhir
adalah Applying. Konsep umum yang mereka terka sebagai hasil generalisasi
dari kesamaan-kesamaan di tahap 2, mereka gunakan konsep umum tersebut pada
konteks yang lain, yang berbeda, tapi masih terkait dengan konteks objek
matematika yang sedang dipelajari.
|
Maka
jika ada yang mengeluh, “Saat ini, belum ada instrumen untuk mengukur apakah
seseorang sudah mahir daya abstraknya atau belum.” Saya katakan, dengan
melewati 4 tahapan ini, maka seseorang sudah memproses daya abstraknya. Abstrak
yang berarti decontextualisasi. Absrak dalam arti sebuah proses yang terjadi
dalam alam pikiran. Dua pengertian itu, termaktub dengan rapi dalam 4 tahapan
yang oleh Mitchelmore dan Paul White disebut sebagai Empirical Abstraction
Process.
Because
Math is The King of the Knowledge.
Referensi : Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar